Selasa, 12 Oktober 2010

Tuhan = persangkaan kita

          Kadang kita merasa tak berdaya dalam menghadapi maslah yang hadir di kehidupan kita. Bisa jadi masalah sepele, sedang atau bahkan gawat. Banyak hla terjadi di luar kehendak kita, yang celakanya dalam pandangan awam : terasa begitu menghancurkan. Kita sering menudingnya dengan ketidakadilan Tuhan. Kita tak bercemin ke dalam, kita menghancurkan cermin di luar diri kita. Kita meradang, menuding-nuding langit, berharap Tuhan mendengar bahwa kita sedang di dholimi oleh takdirNya.
          Hidup terasa begiru sempit. Khawatir, cemas, jantung berdebar-debar, takut, bencana selalu membawa cemas sampai tulang belulang. Kita ingin bebas dari derita, kita ingin hidup bahagia, kita ingin selamat dunia-akhirat. Bahaya dari peristiwa yang terjadi beberapa waktu terakhir seolah hanya seujung kuku di depan hidung kita. Mengintai bagai burung bangkai kelaparan.
Tuhan tidak akan tidur membiarkan semua derita kita ini. Masih banyak saudara kita yang lebih menderita daripada nasib terburuk yang kita alami. Pilihannya adalah kit mau sedih dan mengrung diri di kamar mandi atau tabah menyongsong tantangan hidup dengan mata terbuka. Jika bencana hadir, seribu tangisan tak menolong.


          Tapi iman kita pada Tuhan akan besar maknanya, bukan pada masalahnya, tapi pada diri kita sendiri. Saat kita berbagi, maka Tuhan pun akan berbagi. Jika kita menolong sesama dengan ikhlas, Tuhan pun akan menolong kita dengan ikhlas.
         Tuhan hadir menuruti persangkaan kita. Jika kita bilang ia kejam, maka kejamlah Tuhan kita. Jika kita anggap tak penyayang, maka kesengsaraanlah yang kita terima. Dariipada mengisi pikiran denga persangkaan negatif, gimana kalo’ dibikin positif aja? Tetaplah bersyukur, meskipun bencana hadir sebagai bagian takdir.. hidup kita akan baik-baik saja. Tuhan selalu sayang pada umatNya. Selama kita percaya bahwa ia sungguh menyayangi kita dari lubuk hatiNya.

0 komentar:

Posting Komentar